MazeMedia kali ini mengadakan Lomba Menulis dengan melanjutkan sebuah cerita dengan ketentuan panjang 3 lembar dengan kreativitas tanpa batas. Untuk syarat dan ketentuan bisa langsung lihat selengkapnya di bawah ini :
Intro PARVENDER:
Aku melupakan banyak hal pagi ini.
Tentang bagaimana awalnya bencana ini terjadi. Kepulan asap, orang menjerit, dan polisi saling menembaki sesama temannya yang lebih gila. Seakan tak ada lagi kemanusiaan yang sedikit peduli itu.
Pelipisku berdarah. Itu rasanya masih basah. Kupikir sebab aku melupakan banyak hal sudah terpecahkan.
Lupakan semuanya! Entah bagaimana aku bisa yakin, yang jelas ini Manhattan. New York, Amerika Serikat. Aku bisa melihat tulisan besar-besar yang berbinar seperti di film-film Hollywood, dan orang menubruk apapun dari jauh di depan sana. Pedestrian yang berbercak darak, mobil menabrak tiang jalan mulai berasap. Seseorang menjerit, tergantung di ujung balkon lantai sepuluh masih bisa kutangkap mata. Laki-laki itu meminta tolong, tapi percuma, itu sia-sia. Mungkin hanya butuh beberapa detik lagi untuknya menyerah dari bergelantungan. Aku tak lebih melihat kota yang mengerikan, tak jauh beda di tempat lain sebelumnya aku berasal. Mungkin ini hanya sedikit modern kelihatannya.
Aku memang sedang tergeletak di tengah jalan raya tanpa mobil yang melintas satu pun. Dan pandanganku miring sembilan puluh derajat ke arah depan sana, ke semua kegilaan itu yang makin lebih dekat.
Lembar tiket Incheon-New York sekali jalan dua helai warna biru muda, hal yang tiba-tiba melambai di pikiranku.
Benar! Kemarin sore, aku memang lari dari Jakarta yang sudah sangat buruk keadaannya. Mayat hidup yang meng—
Zombie? Apa aku sedang mengatakan “Zombie”? Hal yang tidak masuk akal yang pernah aku yakini. Yang hanya muncul dicerita bohongan di setiap buku laris di toko buku.
Aku memang mengatakannya, dan sumpah tangan ini pernah sekali meninju muka mereka yang kerasnya membuat tangan sakit, saat aku melintasi koridor Bandara Icheon.
New York. Entah kenapa aku memilih tempat ini untuk mengungsi. Hanya saja, kata mereka kota ini masih cukup aman untuk saat-saat sekarang. Tapi aku pikir, aku mulai ragu. Dan aku tidak bisa mundur.
Tak jauh dari mukaku, dan badan yang belum memiliki tenaga untuk bangkit ini, seorang perempuan memakai kemeja kantoran yang berdarah-darah berhenti dari larinya yang terseok-seok melintasi jalan raya. Saat kupikir dia sedang mengendus dan merasa sudah menemukan makanan segar, saat itu juga harusnya aku sudah mulai lari.
Rambutnya yang merah jagung seleher itu berputar, dan matanya melotot ke arahku. Meski jarak sejauh itu aku tak bisa sampai yakin sebesar apa pelototannya, tapi aku tahu dia sudah mengincarku dari saat pertama kali tadi kakinya mulai menolak, dan lari yang sangat kencang untuk seukuran gadis yang dulunya tak pernah jogging kurasa.
Aku tak punya tenaga lagi untuk itu.
Saat ini, aku seperti menunggu pesanan liang lahatku yang sedang digali orang-orang. Aku mulai mengingat-ngingat sudah berapa lama aku hidup. Sebelum sampai gadis berdarah-darah di depan sana, biarkan aku tersenyum mengingat hal-hal mesum yang tak akan pernah aku dapatkan.
Tapi tendangan tadi ke punggung membuatku hampir meloncat andai punya sedikit tenaga. Saat kupikir itu tak lain teman gadis berambut merah jagung yang berdarah-darah yang masih berlari puluhan meter di depan sana, tapi aku beranikan diri untuk melihat.
Tangannya meraba-raba udara, dan di mata itu terbalut perban putih. Bibirnya yang pucat tanpa lipstik mulai bergerak ragu. “Si-siapa? Maaf, aku tidak bisa melihat.”
Ternyata memang benar, aku sudah melupakan banyak hal pagi ini. Termasuk gadis yang kutemui sedang meraba-raba dinding bandara Incheon kemarin.
“Lina, aku di—“
Lina menjerit diterkam macan. “Lina!” Ternyata gadis berdarah-darah tadi sampai lebih cepat dari dugaanku. Tanpa pikir panjang, kekuatan ajaib entah merasuki tubuhku lewat bagian mana sehingga aku bisa menolakan badan, bangun, dan dalam waktu satu detik saja sebelum giginya yang bau itu menerkam leher Lina yang tidak tahu apa-apa. Kuayunkan sikut sekuat tenaga ke arah pipinya yang masih tersipu rias muka.
Salah pikiranku jika dia akan menyerah dalam satu pukulan. Sekarang kemarahannya mungkin meningkat puluhan kali lipat ke arahku. Sebelum badannya bangun, kuhajarkan tumit kakiku ke arah mukanya. Dan cepat kugapai Lina yang gemetaran ke arah dadaku, lalu menjauh.
“Lina, Lina,” kataku di dekat telinganya. “Ini Kantara, kau tidak apa-apa?” Dan saat itu juga pegangannya ke pundakku mengeras.
“A-aku mencarimu,” lirihnya. “Syukurlah.” Lalu tersenyum.
“Jangan khawatir, kau sudah mene—”
Mahkluk bringas menjerit dari arah belakang. Aku segera berbelok ke arah gang, berusaha mencari tempat gelap untuk menarik napas.
PARVENDER:
-Tulis upaya bertahan hidup Kantara dengan Lina maksimal 3 lembar kertas A4. Kreatifitas tidak terbatas.
-Berteman dengan Facebook: “Mazemedia Net” (facebook.com/mazemedia.net)
-Kirim tulisan, salin di inbox Mazemedia Net jika sudah berteman. Dengan format: “PARVENDER-isi tulisan-biodata singkat”
-Jika ingin memiringkan tulisan dikarenakan inbox facebook tidak mendukung italic, cukup tambahkan garis miring di antara kata yang ingin dimiringkan. Misal: /Icon/.
-Waktu lomba 24 november hingga 29 Desember 2016
Hadiah:
Juara 1: Plakat/piala, buku terbit, uang tunai
Juara 2: Plakat/piala, buku terbit, uang tunai
Juara 3: Plakat/piala, buku terbit, uang tunai
Info dan Kontak Penyelenggara :
Lomba Menulis Cerpen
PARVENDER
Maze Media
Intro PARVENDER:
Aku melupakan banyak hal pagi ini.
Tentang bagaimana awalnya bencana ini terjadi. Kepulan asap, orang menjerit, dan polisi saling menembaki sesama temannya yang lebih gila. Seakan tak ada lagi kemanusiaan yang sedikit peduli itu.
Pelipisku berdarah. Itu rasanya masih basah. Kupikir sebab aku melupakan banyak hal sudah terpecahkan.
Lupakan semuanya! Entah bagaimana aku bisa yakin, yang jelas ini Manhattan. New York, Amerika Serikat. Aku bisa melihat tulisan besar-besar yang berbinar seperti di film-film Hollywood, dan orang menubruk apapun dari jauh di depan sana. Pedestrian yang berbercak darak, mobil menabrak tiang jalan mulai berasap. Seseorang menjerit, tergantung di ujung balkon lantai sepuluh masih bisa kutangkap mata. Laki-laki itu meminta tolong, tapi percuma, itu sia-sia. Mungkin hanya butuh beberapa detik lagi untuknya menyerah dari bergelantungan. Aku tak lebih melihat kota yang mengerikan, tak jauh beda di tempat lain sebelumnya aku berasal. Mungkin ini hanya sedikit modern kelihatannya.
Aku memang sedang tergeletak di tengah jalan raya tanpa mobil yang melintas satu pun. Dan pandanganku miring sembilan puluh derajat ke arah depan sana, ke semua kegilaan itu yang makin lebih dekat.
Lembar tiket Incheon-New York sekali jalan dua helai warna biru muda, hal yang tiba-tiba melambai di pikiranku.
Benar! Kemarin sore, aku memang lari dari Jakarta yang sudah sangat buruk keadaannya. Mayat hidup yang meng—
Zombie? Apa aku sedang mengatakan “Zombie”? Hal yang tidak masuk akal yang pernah aku yakini. Yang hanya muncul dicerita bohongan di setiap buku laris di toko buku.
Aku memang mengatakannya, dan sumpah tangan ini pernah sekali meninju muka mereka yang kerasnya membuat tangan sakit, saat aku melintasi koridor Bandara Icheon.
New York. Entah kenapa aku memilih tempat ini untuk mengungsi. Hanya saja, kata mereka kota ini masih cukup aman untuk saat-saat sekarang. Tapi aku pikir, aku mulai ragu. Dan aku tidak bisa mundur.
Tak jauh dari mukaku, dan badan yang belum memiliki tenaga untuk bangkit ini, seorang perempuan memakai kemeja kantoran yang berdarah-darah berhenti dari larinya yang terseok-seok melintasi jalan raya. Saat kupikir dia sedang mengendus dan merasa sudah menemukan makanan segar, saat itu juga harusnya aku sudah mulai lari.
Rambutnya yang merah jagung seleher itu berputar, dan matanya melotot ke arahku. Meski jarak sejauh itu aku tak bisa sampai yakin sebesar apa pelototannya, tapi aku tahu dia sudah mengincarku dari saat pertama kali tadi kakinya mulai menolak, dan lari yang sangat kencang untuk seukuran gadis yang dulunya tak pernah jogging kurasa.
Aku tak punya tenaga lagi untuk itu.
Saat ini, aku seperti menunggu pesanan liang lahatku yang sedang digali orang-orang. Aku mulai mengingat-ngingat sudah berapa lama aku hidup. Sebelum sampai gadis berdarah-darah di depan sana, biarkan aku tersenyum mengingat hal-hal mesum yang tak akan pernah aku dapatkan.
Tapi tendangan tadi ke punggung membuatku hampir meloncat andai punya sedikit tenaga. Saat kupikir itu tak lain teman gadis berambut merah jagung yang berdarah-darah yang masih berlari puluhan meter di depan sana, tapi aku beranikan diri untuk melihat.
Tangannya meraba-raba udara, dan di mata itu terbalut perban putih. Bibirnya yang pucat tanpa lipstik mulai bergerak ragu. “Si-siapa? Maaf, aku tidak bisa melihat.”
Ternyata memang benar, aku sudah melupakan banyak hal pagi ini. Termasuk gadis yang kutemui sedang meraba-raba dinding bandara Incheon kemarin.
“Lina, aku di—“
Lina menjerit diterkam macan. “Lina!” Ternyata gadis berdarah-darah tadi sampai lebih cepat dari dugaanku. Tanpa pikir panjang, kekuatan ajaib entah merasuki tubuhku lewat bagian mana sehingga aku bisa menolakan badan, bangun, dan dalam waktu satu detik saja sebelum giginya yang bau itu menerkam leher Lina yang tidak tahu apa-apa. Kuayunkan sikut sekuat tenaga ke arah pipinya yang masih tersipu rias muka.
Salah pikiranku jika dia akan menyerah dalam satu pukulan. Sekarang kemarahannya mungkin meningkat puluhan kali lipat ke arahku. Sebelum badannya bangun, kuhajarkan tumit kakiku ke arah mukanya. Dan cepat kugapai Lina yang gemetaran ke arah dadaku, lalu menjauh.
“Lina, Lina,” kataku di dekat telinganya. “Ini Kantara, kau tidak apa-apa?” Dan saat itu juga pegangannya ke pundakku mengeras.
“A-aku mencarimu,” lirihnya. “Syukurlah.” Lalu tersenyum.
“Jangan khawatir, kau sudah mene—”
Mahkluk bringas menjerit dari arah belakang. Aku segera berbelok ke arah gang, berusaha mencari tempat gelap untuk menarik napas.
PARVENDER:
-Tulis upaya bertahan hidup Kantara dengan Lina maksimal 3 lembar kertas A4. Kreatifitas tidak terbatas.
-Berteman dengan Facebook: “Mazemedia Net” (facebook.com/mazemedia.net)
-Kirim tulisan, salin di inbox Mazemedia Net jika sudah berteman. Dengan format: “PARVENDER-isi tulisan-biodata singkat”
-Jika ingin memiringkan tulisan dikarenakan inbox facebook tidak mendukung italic, cukup tambahkan garis miring di antara kata yang ingin dimiringkan. Misal: /Icon/.
-Waktu lomba 24 november hingga 29 Desember 2016
Hadiah:
Juara 1: Plakat/piala, buku terbit, uang tunai
Juara 2: Plakat/piala, buku terbit, uang tunai
Juara 3: Plakat/piala, buku terbit, uang tunai
Info dan Kontak Penyelenggara :
Email : [email protected].
FB : http://www.facebook.com/mazemedia.net
Web : masemedia.net